| Rabu, 26 September 2012

 

Fan Fiction pertama ane 

 

Go to Dream !!!

 

Suatu pagi seorang laki-laki bernama Shatoa Kenjimushi akan melakukan pertandingan pulau ke pulau. Demi menuju cita-citanya, dia harus selalu mengikuti kejuaraan tingkat SMA. Shatoa mempunyai seorang teman perempuan yang bernama Urana. Sebelum Shatoa melakukan pertandingan tinju, dia akan melakukan latihan di daerah Kotoshitakai. Di perjalanan dia disergap oleh dua orang yang sepertinya perampok.
"Hei! Kau yang memakai baju kuning!" kata salah satu dari perampok itu dengan lantang. Dari wajahnya yang terdapat banyak luka sayatan kecil, dapat disimpulkan bahwa orang itu suka sekali melakukan kekerasan.

Shatoa berbalik menghadap kedua perampok itu. "Apa?" tanyanya dengan cuek. Shatoa berjalan perlahan menuju dua orang itu, tangannya dia masukan ke dalam saku celana yang ia pakai.

Kedua orang itu tersenyum licik saat Shatoa mendekati mereka. Terdengar kekehan kecil dari salah satu perampok itu. Saat Shatoa sudah dekat dengan mereka, salah satu dari perampok itu melayangkan pukulannya pada Shatoa. Shatoa yang saat itu sedang dalam keadaan tidak sigap, menerima pukulan itu telak di perutnya. 

Shatoa merasakan pukulan yang sangat keras dan tentu saja menyakitkan di perutnya, seperti dipukul oleh sebuah besi yang berat. Shatoa terjatuh dengan keras sambil memegangi perutnya yang teramat sakit. Kedua perampok itu hanya tersenyum puas. 

Urana yang melakukan perjalanan bersama Shatoa menjerit perlahan melihat keadaan Shatoa. Dia ingin menolong Shatoa, tapi apa yang bisa ia lakukan? Ia tidak punya kemampuan untuk melawan kedua orang jahat itu. Urana mencoba menghampiri Shatoa. Shatoa mendengar langkah Urana yang berjalan mendekatinya.

"Berhenti!" ujar Shatoa mengagetkan Urana yang sekarang badannya bergetar karena ketakutan. Langkah Urana refleks berhenti akibat perkataan Shatoa. "Jangan kemari!" perintah Shatoa. Urana masih bergeming di tempatnya berdiri.

"Heee... temanmu cantik juga," ucap salah satu dari perampok, dia membawa sebuah pedang.

Shatoa berdiri dengan susah payah. Pukulan yang tadi ia terima sangat mempengaruhi tubuhnya. "Jangan dekati gadis itu," geram Shatoa pada lelaki tadi. "Urana! Pergi dari sini, cari bantuan!" perintah Shatoa lagi.

Urana yang bimbang antara ingin menyelamatkan Shatoa atau meninggalkannya masih berdiam diri. Tapi dengan cepat ia memutuskan untuk pergi. Dia lalu berlari ke kota terdekat untuk mencari pertolongan. 'Sebenarnya aku ingin menolong Shatoa, tapi aku juga tidak boleh egois, aku harus tahu kondisinya. Shatoa menyuruhku pergi untuk kebaikanku sendiri. Kalau aku ditangkap Shatoa pasti akan khawatir, dan aku tidak mau itu terjadi. Aku harus melakukan apa yang aku bisa.

Shatoa menatap dengan geram kedua orang yang berdiri di hadapannya. Shatoa melayangkan tendangannya pada orang yang memukulnya tadi, dan mengenainya. Lelaki yang terkena tendangan Shatoa terjatuh. Shatoa kembali mengarahkan tendangannya pada pria yang membawa pedang. Pria itu hendak menangkis tendangan Shatoa, tapi tidak berhasil. Alhasil diapun terkena serangan Shatoa.

Lelaki yang membawa pedang itu menatap dengan penuh amarah pada Shatoa. Kemudian dia mengeluarkan pedangnya dan mengarahkannya pada Shatoa.

"Hei! Kau curang! Bertarunglah dengan tangan kosong!" ujar Shatoa. Dia sudah siap untuk bertarung.

"Diam kau!" ancam lelaki itu sambil mengarahkan pedang itu pada Shatoa. Dengan cepat, Shaota mengkindar dari serangan itu. Segera setelah lelaki itu menyerangnya, Shatoa mengarahkan pukulannya. Tapi sayang, pukulannya ditahan oleh teman si pembawa pedang. Ternyata salah satu tangannya merupakan tangan besi, pantas saja pukulannya sangat sakit, pikir Shatoa.

Tidak segan-segan, lelaki bertangan besi itu memukul belakang leher Shatoa. Alhasil, kesadaran Shatoa sedikit mengabur. 

"Kuhabisi kau!" ujar lelaki yang membawa pedang, siap untuk mengarahkannya pada Shatoa. 'sial!' geram Shatoa dalam hati.

"Hentikan!" teriak seorang gadis, yang ternyata Urana. Dia datang bersama dua orang polisi.

Kedua perampok itu mendecak, dan dengan segera meninggalkan Shatoa yang sekarang sudah kehilangan kesadarannya. Urana dan kedua orang polisi itu segera menghampiri Shaota.

"Sepertinya dia pingsan," kata salah seorang polisi.

"Kalau begitu, kita bawa dia ke rumah sakit," kata polisi yang lain. Urana hanya mengangguk tanda setuju.

Shatoa sekarang berada di ruang perawatan. Urana menunggunya dengan cemas sambil berdoa, semoga Shatoa tidak mengalami luka yang berat. Seorang dokter keluar dari dalam ruangan tempat Shatoa menerima pengobatan.

Urana segera menanyakan keadaan Shatoa. "Bagaimana keadaan teman saya Dok?"

"Tenang saja, temanmu tidak mengalami luka yang berat. Hanya luka memar di tangan dan beberapa di bagian perut. Sepertinya dia dipukul di belakang lehernya, dan itu yang membuatnya pingsan." jawab dokter itu. "Kamu sudah bisa menemuinya."

"Terima kasih, Dok," ujar Urana, lalu memasuki ruangan tempat Shatoa dirawat.

Urana mendapati Shatoa sedang berbaring di atas kasur pasien. Sepertinya dia tertidur. Urana duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur pasien. Kemudian dia menggenggam tangan Shatoa.

"Terima kasih sudah menolongku, Shatoa," ucap Urana lirih. Dia memandangi wajah Shatoa yang sedang tertidur dengan damai. Tanpa Urana sadari, Shatoa sudah menjadi seseorang yang berharga baginya.

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲